Jumat, 15 Maret 2013

Shaum Sunnah Rasulullah SAW

                                                      bismillahirrahmanirrahim

Shaum atau dikenal dengan puasa, adalah salah satu ibadah utama yang sering dicontohkan Rasulullah SAW. Berdasarkan hukumnya, shaum sendiri terbagi kedalam 4 golongan, yaitu shaum wajib, shaum sunnah, shaum, makruh, dan shaum haram. Dalam artikel kali ini, akan diuraikan secara singkat mengenai shaum sunnah.
Pada prinsipnya, shaum dapat dilakukan pada hari apa saja, selain 2 hari raya dan 3 hari tasyrik, asalkan tidak dikhususkan pada satu hari tertentu. Namun, ada beberapa shaum sunnah yang lazim dikenal dan tercantum dalam hadits-hadits Rasulullah SAW. Shaum-shaum tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Shaum Daud
    Shaum ini adalah shaum yang dicontohkan pertama kali oleh Nabi Daud a.s.
    Cara shaum: shaum berselang seling, maksudnya satu hari shaum, satu hari tidak, demikian seterusnya dengan konsisten
    Waktu: bisa kapan saja, asalkan bukan pada hari yang diharamkan untuk shaum, seperti 2  hari raya  (Idul Fitri & Idul Adha) dan 3 hari tasyrik (11,12,13 Dzulhijjah)
    Hikmah: memiliki keutamaan karena sifat seimbangnya dan konsistensi pelaksanaannya
  2. Shaum Arafah
    Shaum ini dilakukan oleh muslim yang tidak sedang melaksanakan wukuf di Arafah pada saat ibadah haji
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: pada tanggal 9 Dzulhijjah (pada saat saudara muslim yang sedang beribadah haji menjalankan wukuf Arafah)
    Hikmah: jika dilakukan dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh karena mengharap ridho Allah SWT, dapat menghapus dosa-dosa kecil 1 tahun sebelum shaum dan 1 tahun setelah shaum
  3. Shaum 6 hari di bulan Syawal
    Shaum ini dilakukan pasca shaum wajib Ramadhan pada bulan Syawal
    Cara shaum: dilakukan selama 6 hari (tidak harus berurutan) dalam bulan Syawal
    Waktu: hanya pada hari-hari selama bulan Syawal
    Hikmah: yang melaksanakan shaum 6 hari di bulan Syawal setelah shaum Ramadhan maka pahalanya sama dengan jika shaum selama 1 tahun penuh
  4. Shaum hari Senin dan Kamis
    Shaum sunnah rutin yang dilakukan setiap hari Senin dan Kamis
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: hanya boleh pada hari Senin dan Kamis, tidak boleh hanya selalu Senin atau selalu Kamis saja
    Hikmah: menambah derajat kemuliaan, karena amal manusia ditunjukkan pada Allah setiap Senin dan Kamis
  5. Shaum pada 10 hari pertama bulan Dzulhijah
    Shaum yang dilakukan pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: hanya pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, kecuali pada tgl 10 Dzulhijjah (hari raya Idul Adha)
    Hikmah: Allah SWT sangat menyukai amal shalih yang dilakukan pada 10 hari tersebut, salah satunya shaum.
  6. Shaum Ayyamul Bidh
    Shaum ayyamul bidh adalah shaum 3 hari setiap bulan.
    Cara shaum: dilakukan dalam 3 hari berurutan
    Waktu: pada hari ketiga belas, keempat belas, dan kelima belas setiap bulan, kecuali hari tasyrik (13 Dzulhijjah)
    Hikmah: berpeluang mendapat pahala seperti shaum selama setahun
  7. Shaum ‘Asyura dan Tasu’a
    Shaum ‘Asyura adalah shaum pada tanggal 10 Muharram, dan Tasu’a adalah shaum pada tanggal 9 atau 11 Muharram.
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: tanggal 9 dan 10 Muharram, atau tanggal 10 dan 11 Muharram
    Hikmah: shaum ‘Asyura akan menghapus dosa-dosa kecil setahun yang lalu
  8. Shaum di bulan Muharram
    Shaum sunnah yang dilakukan di sepanjang bulan Muharram, bukan hanya pada ‘Asyura saja (10 Muharram)
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: sepanjang bulan Muharram
    Hikmah: menurut Rasulullah SAW, shaum di bulan Muharram adalah yang paling utama setelah Ramadhan
  9. Shaum di bulan Sya’ban
    Shaum yang dilakukan di sepanjang bulan Sya’ban, tapi tidak seluruh hari
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: hari-hari dalam bulan Sya’ban, kecuali tgl 30 Sya’ban (Yaumul Syak) karena saat itu meragukan antara masuk Ramadhan atau belum, namun menurut imam Syafi’i, jika shaum sunnah lainnya jatuh bertepatan pada Yaumul Syak, maka tidak mengapa dilakukan
    Hikmah: Rasulullah SAW melakukan shaum sunnah lebih sering di bulan Sya’ban ketimbang bulan lainnya (kecuali Ramadhan)
  10. Shaum untuk pemuda yang belum menikah
    Shaum ini dilakukan sebagai pengingat diri pada pemuda yang memiliki syahwat tinggi tapi belum menikah.
    Cara shaum: sama seperti shaum biasa
    Waktu: setiap saat kecuali pada hari-hari yang diharamkan untuk shaum
    Hikmah: sebagai perisai dari godaan syahwat yang sangat kuat pada pemuda yang belum menikah.
Semoga kita bisa mengamalkan shaum-shaum sunnah ini. Amin yaa Rabb
alhamdulillahirabbilalamin

Tips Berinteraksi Sesama Muslim


Islam sebagai agama yang sempurna, mengajarkan akhlak yang baik dengan Rasulullah SAW sebagai model utamanya. Salah satu akhlak yang sangat penting untuk disimak adalah akhlak dalam berinteraksi dengan sesama muslim. Berikut ini adalah tipsnya berdasarkan teladan Rasulullah SAW.
  1. Sukailah apa yang disukai muslim lain sebagaimana kita menyukai apa yang kita sukai, dan bencilah apa yang dibenci muslim lain sebagaimana kita membenci apa yang kita benci.
  2. Jangan menyakiti muslim lain dengan perbuatan atau perkataan.
  3. Bersikaplah rendah hati (tawadhu) kepada setiap muslim dan jangan sombong kepadanya.
  4. Jangan menggunjingkan muslim lain, apalagi dalam keburukan.
  5. Jika marah kepada muslim lain, maka tidak boleh menghindarinya lebih dari tiga hari.
  6. Lakukan kebaikan kepada setiap muslim semampunya dengan tidak membedakan antara keluarga dan yang bukan keluarga.
  7. Jangan masuk ke rumah muslim lain tanpa meminta izin, jika sampai tiga kali tetap tidak diizinkan maka harus kembali.
  8. Bersikaplah sopan kepada setiap muslim dengan akhlak yang baik dan berinteraksilah dengan mereka sesuai dengan keadaannya.
  9. Hormatilah orang tua dan sayangi anak-anak.
  10. Berikanlah selalu kegembiraan, muka yang manis, dan bersikaplah lembut kepada semua muslim.
  11. Janganlah berjanji kecuali kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk menepatinya.
  12. Bersikaplah adil dan jangan melakukan suatu hal kepada muslim lain yang kita pun tidak akan suka jika kita yang diperlakukan seperti itu.
  13. Hormatilah muslim lain dengan penampilan dan pakaian yang sesuai dengan kedudukannya sehingga dirinya akan nyaman bersama kita.
  14. Damaikan sesama muslim yang bersengketa jika menemukan jalan (penyelesaian) ke arah itu.
  15. Tutupi aib setiap muslim.
  16. Hindari tempat-tempat yang bisa mendatangkan tuduhan demi untuk menjaga hati orang lain agar mereka tidak berburuk sangka dan juga untuk menjaga lidah mereka agar tidak menggunjing kita.
  17. Bantulah sesama muslim sesuai kemampuan kita, atau mintakan bantuan pada orang lain jika kita tidak sanggup.
  18. Ucapkan salam terlebih dahulu sebelum berbicara dengan muslim lain dan jabatlah tangannya ketika memberi salam.
  19. Jagalah kehormatan jiwa dan harta sesama muslim dari kezhaliman orang lain.
  20. Jawablah ucapan muslim lain ketika bersin.
  21. Berilah nasihat kepada setiap muslim dan bersungguh-sungguhlah ingin selalu memberikan kegembiraan untuk mereka.
  22. Jenguklah muslim yang sedang sakit.
  23. Antarkan (iringi) jenazah muslim yang wafat.
  24. Ziarahi kuburan muslim dan doakan dia.

Tips Menghafal Al-Qur’an



bismillahirrahmanirrahim
Al-Qur’an, sumber dari segala sumber hukum umat Islam. Panduan langsung dari Allah SWT untuk kita agar selamat di dunia dan di akhirat. Allah SWT menjanjikan pahala besar bagi yang membacanya, memahaminya, dan melaksanakannya. Adalah impian setiap muslim untuk bisa menghafalkan Al-Qur’an.
Secara umum, berikut adalah beberapa tips untuk dapat menghafal Al-Qur’an dari seorang hafiz juara lomba menghafal qur’an di tingkat nasional maupun internasional, Mudhawi Ma’arif (semoga Allah merahmati beliau):
Untuk memudahkan kita dalam menghafal, ada syarat-syarat yang harus kita pegang kuat-kuat, yaitu:
  1. Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
  2. Berniat mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menjadi hamba-hamba pilihan-Nya yang menjaga Al-Qur’an
  3. Istiqomah (teguh hati).
  4. Menguasai bacaan al-qur’an dengan benar, baik tajwid maupun makharij setiap huruf.
  5. Adanya seorang pembimbing dari ustad/ustadzah (al-hafidz/al-hafidzah).
  6. Minimal sudah pernah khatam Al-Qur’an 20 kali (dengan membaca setiap ayat 5 kali).
  7. Konsisten menggunakan satu jenis mushaf al-qur’an (al-qur’an pojok).
  8. Konsisten menggunakan pensil/bolpen/stabilo sebagai pembantu.
  9. Memahami ayat yang akan dihafal
Ada tiga tahap utama yang harus dilakukan seorang penghafal Al-Qur’an, yaitu:
  1. Persiapan (isti’dad)
    Kewajiban utama penghafal al-qur’an adalah harus menghafalkan setiap harinya minimal satu halaman dengan tepat dan benar dengan memilih waktu yang tepat untuk menghafal. Contohnya:
    1. Sebelum tidur malam, lakukan persiapan terlebih dahulu dengan membaca dan menghafal satu halaman secara cepat (jangan langsung dihafal secara mendalam).
    2. Setelah bangun tidur hafalkan satu halaman tersebut dengan hafalan yang mendalam dengan tenang lagi konsentrasi.
    3. Ulangi terus hafalan tersebut (satu halaman) sampai benar-benar hafal diluar kepala.
  2. Pengesahan (tashih/setor)
    Setelah melakukan persiapan secara matang dengan selalu mengingat-ingat suatu halaman tertentu, berikutnya tashihkan (setorkan) hafalan kita kepada ustad/ustadzah. Setiap kesalahan yang telah ditunjukkan oleh ustad, lakukan hal-hal berikut:
    1. Berikan tanda kesalahan dengan mencatatnya (dibawah atau diatas huruf yang lupa)
    2. Ulangi setoran sampai dianggap benar oleh ustad.
    3. Bersabarlah untuk tidak menambah materi dan hafalan baru kecuali materi dan hafalan lama benar-benar sudah dikuasai dan disahkan.
  3. Pengulangan (muroja’ah/penjagaan)
    Setelah setor, jangan meninggalkan tempat (majelis) untuk pulang sebelum hafalan yang telah disetorkan diulangi lagi beberapa kali terlebih dahulu (sesuai dengan anjuran ustad/ustadzah) sampai ustad benar-benar mengijinkan kita untuk pulang.
Memang luar biasa perjuangan seorang penghafal Al-Qur’an. Wajarlah jika Allah menjanjikan pahala besar bagi siapapun yang sanggup menghafalkan Al-Qur’an. Semoga tips di atas bisa membantu kita untuk menghafalkan kitab suci kita tercinta. Wallahu’alam bisshawab.
alhamdulillahirabbilalamin

Keutamaan Shalat


Abdullah bin Umar Radhiyallaahu ‘anhuma  berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun atas lima pondasi: Yaitu persaksian bahwa tidak ada sembahan (yang berhak disembah) melainkan Allah, bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya,mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan berpuasa ramadhan.” (HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)
Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sembahan (yang berhak disembah) kecuali Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka lakukan yang demikian maka mereka telah memelihara darah dan harta mereka darikukecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 25 dan Muslim no. 21)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
“Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah shalatnya. Rabb kita Jalla wa ‘Azza berfirman kepada para malaikat-Nya -padahal Dia lebih mengetahui-, Periksalah shalat hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang?” Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allah berfirman, “Periksalah lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah?” Jikalau terdapat shalat sunnahnya, Allah berfirman, “Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada shalat wajib hamba-Ku itu dengan shalat sunnahnya.” Selanjutnya semua amal manusia akan dihisab dengan cara demikian.” (HR. Abu Daud no. 964, At-Tirmizi no. 413, An-Nasai no. 461-463, dan Ibnu Majah no. 1425. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 2571)

Penjelasan ringkas:
Shalat merupakan rukun Islam kedua dan merupakan amalan yang paling utama dan paling dicintai oleh Allah Ta’ala. Ar-Rasul -alaihishshalatu wassalam- menjadikannya sebagai penjaga darah dan harta, sehingga kapan seseorang meninggalkannya maka darah dan hartanya akan terancam. Karena sangat pentingnya shalat ini, sampai-sampai dialah amalan pertama yang hamba akan dihisab dengannya pada hari kiamat. Di dalam hadits Ibnu Mas’ud secara marfu’ disebutkan:
أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ الصَّلَاةُ وَأَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ
“Amalan pertama yang dengannya seorang hamba dihisab adalah shalat dan sesuatu pertama yang diputuskan di antara para manusia adalah mengenai darah.” (HR. An-Nasai no. 3926 dan selainnya)
Maksudnya, amalan yang berhubungan antara hamba dengan Allah, maka yang pertama kali dihisab darinya adalah shalat. Sementara amalan berhubungan antara makhluk dengan makhluk lainnya, maka yang pertama kali dihisab adalah dalam masalah darah.
Hadits Abu Hurairah di atas juga menunjukkan keutamaan shalat sunnah secara khusus, bahwa dia dijadikan sebagai penyempurna dari kekurangan yang terjadi dalam shalat wajib, baik kekurangan dari sisi pelaksanaan zhahir maupun kekurangan dari sisi batin dan roh shalat tersebut, yaitu kekhusyuan. Wallahu a’lam
==============================================================================

Keutamaan Shalat 5 Waktu


Shalat adalah ibadah yang agung, ibadah yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam, dan dia adalah ibadah yang terpenting setelah kedua kalimat syahadat. Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun diatas lima (landasan); persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan”. (HR. Al-Bukhari no. 7 dan Muslim no. 19)
Shalat adalah penghubung antara hamba dengan Rabbnya, karena ketika shalat hamba sedang berdiri di hadapan Allah Azza wa Jalla guna berdoa kepada-Nya. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu’alaihiwasallam beliau bersabda:
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: { الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ: { الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ: { مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ: { إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ: { اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ } قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Qur’an di dalamnya, maka shalatnya masih mempunyai hutang, tidak sempurna” Tiga kali. Ditanyakan kepada Abu Hurairah, ” Kami berada di belakang imam?” Maka dia menjawab, “Bacalah Ummul Qur’an dalam dirimu, karena aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Allah berfirman, ‘Aku membagi shalat antara Aku dengan hambaKu, dan hambaku mendapatkan sesuatu yang dia minta. Apabila seorang hamba berkata, ‘Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.’ Maka Allah berkata, ‘HambaKu memujiKu.’ Apabila hamba tersebut mengucapkan, ‘Yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang.’ Allah berkata, ‘HambaKu memujiKu.’ Apabila hamba tersebut mengucapkan, ‘Pemilik hari kiamat.’ Allah berkata, ‘HambaKu memujiku.’ Selanjutnya Dia berkata, ‘HambaKu menyerahkan urusannya kepadaKu.’ Apabila hamba tersebut mengucapkan, ‘Hanya kepadaMulah aku menyembah dan hanya kepadaMulah aku memohon pertolongan.’ Allah berkata, ‘Ini adalah antara Aku dengan hambaKu. Dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta’. Apabila hamba tersebut mengucapkan, ‘Berilah kami petunjuk jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula orang-orang yang sesat.’ Allah berkata, ‘Ini untuk hambaKu, dan hambaKu mendapatkan sesuatu yang dia minta.” (HR. Muslim no. 598)

Shalat lima waktu mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan semua ibadah wajib lainnya, di antaranya:
a.    Shalat 5 waktu merupakan ibadah yang Allah Ta’ala syariatkan kepada Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam secara langsung tanpa perantara malaikat. Berbeda halnya dengan kewajiban lainnya yang diwajibkan melalui perantara malaikat.
b.    Shalat 5 waktu diwajibkan di langit sementara kewajiban lainnya diwajibkan di bumi.
Karenanya sangat pantas kalau shalat 5 waktu dikatakan sebagai ibadah badan yang paling utama.

Selain dari keistimewaan di atas, shalat 5 waktu secara umum dan beberapa shalat di antaranya secara khusu mempunyai keutamaan yang lain, di antaranya:
a.    Shalat 5 waktu akan menghapuskan semua dosa dan kesalahan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصَّلَاةُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ
“Shalat lima waktu dan shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya selama tidak melakukan dosa besar.” (HR. Muslim no. 342)
Dari Utsman bin Affan radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنْ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Tidaklah seorang muslim didatangi shalat fardlu, lalu dia membaguskan wudlunya dan khusyu’nya dan shalatnya, melainkan itu menjadi penebus dosa-dosanya terdahulu, selama dia tidak melakukan dosa besar. Dan itu (berlaku) pada sepanjang zaman.” (HR. Muslim no. 335)
Pada kedua hadits di atas dikecualikan dosa-dosa besar, karena memang dosa besar tidak bisa terhapus dengan sekedar amalan saleh, akan tetapi harus dengan taubat dan istighfar. Karenanya, yang dimaksud dengan dosa pada kedua hadits di atas adalah dosa-dosa kecil.
Adapun patokan dosa besar adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma:
اَلْكَبَائِرُ كُلُّ ذَنْبٍ خَتَمَهُ الله ُبِنَارٍ أَوْ لَعْنَةٍ أو غَضَبٍ أَوْ عَذَابٍ
“Dosa-dosa besar adalah semua dosa yang Allah akhiri dengan ancaman neraka atau laknat atau kemurkaan atau adzab.” (Riwayat Ibnu Jarir dalam tafsirnya terhadap surah An-Najm: 32)
Walaupun asalnya ada perbedaan antara dosa besar dengan dosa kecil, akan tetapi beliau radhiallahu anhu juga pernah berkata:
لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الْاِسْتِغْفَارِ, وَلاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الْإِصْرَارِ
“Tidak ada dosa besar jika selalu diikuti dengan istighfar dan tidak ada dosa kecil jika dia dilakukan terus-menerus.”

b.    Shalat subuh senantiasa dihadiri dan disaksikan oleh para malaikat dan dia juga menjadi saksi.
Allah Ta’ala berfirman:
أقم الصلاة لدلوك الشمس إلى غسق الليل وقرءان الفجر إنّ قرءان الفجركان مشهودا
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra`: 78)

c.    Shalat ashar yang merupakan shalat wustha -sebagaimana dalam riwayat Al-Bukhari- dikhususkan penyebutannya dibandingkan shalat-shalat lainnya.
Dan ini menunjukkan keistimewaan shalat ashar -dari satu sisi- dibandingkan shalat lainnya. Allah Ta’ala berfirman:
حافظوا على الصلوات والصلواة الوسطى
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.” (QS. Al-Baqarah: 238)

d.    Menjaga shalat subuh dan ashar merupakan sebab terbesar masuk surga dan selamat dari neraka.
Dari Imarah bin Ru’aibah radhiallahu anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَنْ يَلِجَ النَّارَ أَحَدٌ صَلَّى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.” (HR. Muslim no. 1003)
Dari Abu Musa radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الْبَرْدَيْنِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa mengerjakan shalat pada dua waktu dingin, maka dia akan masuk surga.” (HR. Al-Bukhari no. 540 dan Muslim no. 1005)
Dari Jundab bin Abdullah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَيُدْرِكَهُ فَيَكُبَّهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
“Barangsiapa shalat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah, oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu dari kalian sebagai imbalan jaminan-Nya, sehingga Allah menangkapnya dan menyungkurkannya ke dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 1050)
Dari Jarir bin ‘Abdullah radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ فَإِنْ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا
“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini. Dan kalian tidak akan saling berdesakan dalam melihat-Nya. Maka jika kalian mampu untuk tidak terlewatkan untuk melaksanakan shalat sebelum terbit matahri dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.” (HR. Al-Bukhari no. 521 dan Muslim no. 1002)

e.    Meninggalkan shalat 5 waktu -atau salah satunya- dengan sengaja karena malas secara terus-menerus adalah kekafiran.
Allah Ta’ala berfirman:
وخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلاة واتبعوا الشهوات فسوف يلقون غيا إلا من تاب وآمن وعمل صالحا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam: 59-60)
Seandainya orang yang meninggalkan shalat itu masih mukmin, maka tentunya tidak dipersyaratkan ketika dia bertaubat dia harus beriman.
Ini dipertegas dalam hadits Jabir radhiallahu anhuma dia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ
“Sungguh, yang memisahkan antara seorang laki-laki dengan kesyirikan dan kekufuan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 116)
Juga dalam Abdullah bin Buraidah dari ayahnya radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ تَرْكُ الصَّلَاةِ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“(Pemisah) di antara kami dan mereka (orang kafir) adalah meninggalkan shalat, karenanya barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh dia telah kafir.” (HR. Ahmad no. 21929)
==============================================================================

Keutamaan Shalat Berjamaah

Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ
“Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 649)
Dari Abu Musa Radhiyallaahu ‘anhu  dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّيهَا ثُمَّ يَنَامُ
“Manusia paling besar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalannya, lalu yang selanjutnya. Dan seseorang yang menunggu shalat hingga melakukannya bersama imam, lebih besar pahalanya daripada yang melakukannya (sendirian) kemudian tidur.” (HR. Muslim no. 662)
Dari Abu Ad-Darda`  dia berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ
“Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan shalat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka. Karena itu tetaplah kalian (shalat) berjamaah, karena sesungguhnya srigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian (jauh dari kawan-kawannya).” (HR. Abu Daud no. 547, An-Nasai no. 838, dan sanadnya dinyatakan hasan oleh An-Nawawi dalam Riyadh Ash-Shalihin no. 344)
Dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian.” (HR. Al-Bukhari no. 131 dan Muslim no. 650)

Penjelasan ringkas:
Karena besarnya urgensi shalat berjamaah bagi keumuman lingkungan kaum muslimin dan bagi setiap individu yang ada di dalamnya, Allah Ta’ala menjanjikan untuknya pahala yang besar dan Ar-Rasul -alaihishshalatu wassalam- senantiasa memotifasi untuk mengerjakannya. Dan beliau -alaihishshalatu wassalam- mengabarkan bahwa shalatnya seseorang secara berjamaah jauh lebih utama daripada shalat sendirian dan bahwa shalat berjamaah merupakan sebab terjaganya kaum muslimin dari setan. Keutamaan yang pertama untuk individu dan yang kedua untuk masyarakat kaum muslimin.

Berjihadlah di Jalan Allah Dengan Sebenarnya Jihad!


Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan jihad kepada hamba-hamba-Nya dan mewajibkan hal itu atas mereka sesuai dengan kemampuan dan kesiapan mereka. Dia berfirman,

 وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ

Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (QS. Al-Hajj: 78)

Perintah jihad ini berlaku umum bagi seluruh kaum muslimin. Masing-masing mereka wajib berjihad sesuai dengan kemampuannya. Dan perintah agar berjihad dengan sebenar-benarnya ini  seperti perintah-Nya untuk bertakwa dengan sebenar-benarnya.

Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Dan sebagaimana diketahui bahwa makna haqqa tuqatihadalah agar ditaati dan tidak didurhakai, diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak dikufuri. Maka maknahaqqa jihadih adalah supaya seorang hamba berjihad (menundukkan) dirinya agar hati, lisan, dan anggota tubuhnya tunduk kepada Allah sehingga semuanya hanya untuk Allah dan karena-Nya, bukan untuk dan karena dirinya sendiri.

Kemudian dilanjutkan dengan menjihadi (melawan) syetannya dengan mendustakan janjinya, mendurhakai perintahnya, melanggar larangannya karena syetan hanya menjanjikan angan-angan dan menawarkan hayalan, mengancam dengan kemiskinan, memerintah yang buruk dan mencegah/menghalangi dari perkara takwa dan petunjuk, kemuliaan dan sabar, serta seluruh akhlak mulia. Kemudian dia menjihadi syetan tersebut dengan mendustakan janjinya dan mendurhakai perintahnya sehingga dengan dua macam bentuk jihad ini dia akan memiliki kekuatan dan kekuasaan.

Lalu dilanjutkan dengan menyiapkan diri untuk berjihad melawan musuh-musuh Allah dari kalangan kafirin dan musyrikin dengan hati, lisan, tangan, dan hartanya supaya kalimat Allah menjadi yang tertinggi.

Selanjutnya berjihad melawan pelaku kedzaliman, kemungkaran, dan bid’ah. Jihad dilakukan dengan mengingkari dan merubah kemungkaran yang dilakukan dengan terang-terangan. Yaitu dengan tangan, jika tidak mampu baru dengan lisan dan jika masih tidak mampu juga maka baru dengan hati.

Perbedaan ulama dalam memaknakan Haqqa Tuqatih

Sebagaimana yang disebutkan dalam tafsir al-Baghawi, “Berjihadlah di jalan Allah dalam melawan musuh-musuh-Nya dengan sebenar-benarnya jihad.” Yaitu –sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas-, “Adalah mencurahkan seluruh kekuatan di jalan-Nya dan tidak takut terhadap celaan orang yang mencela.” Penafsiran ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,

يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ

. . . yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” (QS. Al-Maidah: 54)

Muqatil dan al-Dhahak berkata, “Beramalah untuk Allah dengan sebenarnya amal dan sembahlah Dia dengan ibadah yang sebenarnya.”

Abdullah bin Mubarak berkata, “Dia adalah menjihadi diri dan hawa nafsu. Dan ini merupakan jihad terbesar dan menjadi jihad yang sesungguhnya.”

Sedangkan mayoritas mufassirin menyebutkan tentang makna haqqa tuqatih adalah hendaknya niatmu ikhlas (murni) dan benar-benar untuk Allah 'Azza wa Jalla. (lihat tafsir al-Baghawi)

Dan tidak benar pendapat orang yang mengatakan, “Kedua ayat tersebut dihapus karena keduanya mengandung perintah yang tidak mungkin mampu dilaksanakan.”

Haqqa tuqatih dan haqqa jihadih: adalah sesuatu yang mampu dilaksanakan oleh setiap hamba. Dan semua itu berbeda-beda sesuai dengan keadaan para mukallaf dalam kuat, lemah, pengatahuan, dan kejahilannya. Takwa dan jihad yang sesunguhnya disandarkan kepada orang yang kuat, mampu, dan alim adalah sesuatu berbeda bila dibandingkan kepada orang sakit, bodoh, dan lemah.

Lemahnya pendapat tersebut dikuatkan dengan kalimat yang Allah pakai dalam mengiringi perintah tersebut:

هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ في الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)

Makna al-haraj adalah Kesempitan. Dan Allah tidak menjadikan ajaran agamanya sempit dan memberatkan, tapi Dia menjadikannya luas, lapang, dan mudah yang mampu dilakukan oleh setiap orang, sebagaimana dia mejadikan rizkinya diperoleh orang setiap yang hidup.

Sebagaimana Dia menetapkan rizki bagi hamba yang bisa diusahakannya, maka Dia membebani perintah kepada mereka yang mampu dilakukannya juga.

Dia tidak menjadikan kesempitan bagi hamba-Nya dalam menjalankan agama-Nya ditinjau dari sisi manapun. Nabishallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Saya diutus dengan ajaran yang lurus dan lapang (moderat).” Maknanya dengan agama yang lurus dalam tauhid dan mudah dalam pengamalannya.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melapangkan bagi para hamba-Nya dalam menjalankan agama-Nya, memperoleh rizki, maaf dan ampunan-Nya. Dia juga melapangkan jalan taubat selama ruh masih menyatu denga jasad. Dia membuka pintu taubat dan tidak menutupnya sehingga matahari terbit dari barat. Dia mejadikan setiap kemaksiatan ada kafarah yang bisa menghapuskan dosanya berupa taubat, shadaqah, amal shalih yang menghapuskan dosa, musibah yang bisa menghapuskan keburukan-keburukan. Dari setiap yang Dia haramkan, diberikan ganti dengan sesuatu yang halal yang lebih bermanfaat, lebih baik, dan lebih nikmat baginya. Sehingga hamba mencukupkan diri dengan yang halal dan menjauhi yang haram. Allah memperbanyak yang halal dan tidak mempersempitnya. Dia menjadikan dari setiap kesulitan sebagai ujian agar hatinya menjadi lapang, lalu mendapatkan kemudahan sesudahnya. “Tidak mungkin ada satu kesulitan yang mengalahkan dua kemudahan.” Jika kebaikan Allah terhadap hamba-Nya seperti ini, bagaimana mungkin Dia akan membebani mereka dengan sesuatu yang tidak mampu dilakukannya dan tidak kuasa dijalankannya.

Sebagaimana Dia menetapkan rizki bagi hamba yang bisa diusahakannya, maka Dia membebani perintah kepada mereka yang mampu dilakukannya juga.

Pentingnya berjihad menundukkan hawa nafsu

Dalam uraian di atas, -sebagaimana yang disebutkan Ibnul Hajar dalam al-Fath dan Ibnul Qayyim dalam Zaad al-Ma’ad- jihad terbagi menjadi empat tingkatan: yaitu berjihad menundukkan hawa nafsu, berjihad melawan syetan, jihad melawan musuh-musuh Allah dari kalangan kafirin dan musyrikin, dan jihad melawan orang-orang fasik dan ahli maksiat.

Dari keempat tingkatan tersebut, jihad melawan hawa nafsu menjadi yang pokok. Dan sesungguhnya seorang hamba selama dia tidak melakukan jihad terhadap hawa nafsunya terlebih dahulu maka dia tidak akan mungkin akan melaksanakan perintah Islam atau meninggalkan larangan-larangannya. Tidak mungkin dia akan tergerak untuk berjihad melawan musuh dari luar kalau dia tidak tergerak untuk memerangi musuh yang ada di dalam dirinya. Dari sini benar apa yang disabdakan Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,

الْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ الْخَطَايَا وَالذَّنُوبَ

Mujahid adalah orang yang menundukkan jiwanya untuk taat kepada Allah. Sedangkan muhajir adalah orang yang menjauhi (meninggalkan) kesalahan dan dosa.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 549)

Dan dalam khutbah hajah beliau, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Dan kami berlindung kepada-Mu (ya Allah) dari keburukan jiwa kami dan jeleknya amal-amal kami.”

Sesungguhnya jiwa senantiasa mengajak kepada kemaksiatan dan mengutamakan kehidupan dunia. Sedangkan Allah memerintahkan hamba-Nya untuk takut kepada-Nya dan menahan diri dari menuruti hawa nafsu. Dan hamba ada dua, menuruti hawa nafsunya sehingga dia hancur dan celaka atau menyambut seruan Tuhannya sehingga dia akan selamat dan beruntung. Hawa nafsu menyuruh untuk pelit sedangkan Allah menyuruh untuk berinfaq,

وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan berinfaklah itu lebih baik bagi dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Taghabun: 16)

Dan berjihad melawan hawa nafsu memiliki empat tingkatan:

1. Menundukkan hawa nafsu untuk mempelajari petunjuk dan agama yang benar. Sesungguhnya tidak aka nada keberuntungan dan kebahagiaan tanpanya. Karena itu jika hal ini dilalaikan maka akan sengsara dunia dan akhirat.

2. Menundukkannya untuk mengamalkan petunjuk setelah mengetahuinya. Jika tidak, maka sebatas mencari ilmu yang tidak diikuti amal tidak akan mendatangkan kebaikan, bahkan bisa mencelakakannya.

3. Menundukkannya untuk mendakwahkan dan mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahuinya. Jika tidak, maka ia termasuk orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan oleh Allah dari petunjuk dan keterangan. Ilmunya tidak membawa manfaat baginya dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati.” (QS. Al-Baqarah: 159)

4. Menundukkannya untuk sabar menghadapi kesulitan dakwah dan menerima hal itu semua karena Allah.

Dan apabila seseorang mampu melaksanakan empat hal di atas, maka dia termasuk ke dalam golongan Rabbaniyyin. Karena para ulama salaf telah bersepakat bahwa orang yang berilmu tidak bisa menjadi figur yang rabbani sampai ia mengerti kebenaran, mengamalkannya, dan mengajarkannya. Maka siapa yang mengetahui kebenaran, mengamalkan dan mendakwahkanya maka akan diagungkan di tengah penduduk langit. Wallahu a’lam bil shawab….. 

Membiasakan Wudu Sebelum Tidur

wudu
1) Sangat beruntung meninggal dalam keadaan berwudu. Oleh karena itu, bercita-cita besar untuk bisa meninggal dalam keadaan berwudu menjadi awal yang sangat baik. Orang meninggal dalam keadaan berwudu akan menjadi manusia yang bercahaya pada hari akhir nanti sehingga bisa bertemu Allah dengan muka bercahaya. Dengan memiliki cita-cita seperti ini, seseorang akan senantiasa menjaga wudunya, tidak hanya ketika akan shalat atau pergi ke masjid, tetapi juga dalam setiap waktunya. Betapa tidak, tidak ada seorang pun yang tahu kapan dan di mana maut akan menjemputnya.
2) Memahami benar-benar keutamaan menjaga wudu, khususnya ketika hendak tidur, menjadi bagian selanjutnya yang sangat baik. Jika kita tidur enam jam dalam keadaan suci, sepanjang waktu itu pula malaikat akan mendoakan kita dan memintakan ampunan kepada Allah atas dosa-dosa kita. Boleh jadi, ketika bangun tidur, kita bangun dalam keadaan suci karena dosa-dosa kita telah berguguran. Andaipun kita tertidur dan tidak bangun lagi, insya Allah pahala surga sudah menunggu kita.
3) Mulai membiasakan diri berwudu sebelum tidur. Wudu sebelum tidur itu sangat berat bagi orang yang tidak terbiasa melakukannya. Sebaliknya, menjadi sangat ringan bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya, bahkan ada yang sulit dan tidak nyenyak tidur jika mereka tidak berwudu dulu sebelum tidur. Ada sesuatu yang hilang jika tidak berwudu. Awalnya memang berat, tetapi kemudian menjadi nikmat.
4) Bertahap. Awalnya, buatlah target bahwa malam ini kita harus berwudu dulu jika hendak tidur. Ulangi lagi keesokan harinya. Demikian seterusnya. Biasanya, jika satu minggu kita bisa istikamah melakukannya, insya Allah ke depannya akan menjadi lebih mudah.
5) Bagaimana jika batal? Gampang … tinggal perbarui lagi wudu kita. Jika tidak memungkinkan? Ya jangan dilakukan. Asal kita sudah berusaha, it’s no problem. Allah Mahatahu keinginan dan ikhtiar kita dalam menegakkan sunah Rasul-Nya.
6) Mengajak keluarga kita: anak, istri atau suami, pembantu, dan orang-orang di rumah untuk membiasakan diri berwudu sebelum tidur akan melahirkan semangat saling mengingatkan dan saling menguatkan di rumah kita. Terlebih bagi seorang anak, dengan membiasakannya berwudu sebelum tidur, akan terbentuk sikap hidup positif pada kemudian hari.
7) Memohonlah kepada Allah Swt. agar kita dijadikan sebagai orang yang senantiasa menjaga kesucian diri. Salah satunya dengan senantiasa menjaga wudu.
“Jika seorang hamba melakukan kebaikan, maka kebaikan itu akan mendorongnya untuk melakukan kebaikan yang lain. Jika seorang hamba melakukan keburukan, dia pun akan cenderung melakukan keburukan lainnya sehingga keburukan itu menjadi kebiasaannya.”
— Salafus Shalih —

Keutamaan Apabila Shalat Tepat Waktu


 shalat tepat waktuKita semua tahu bahwa shalat adalah ibadah yang wajib. Pentingnya shalat membuat ibadah ini harus dilakukan bagaimanapun keadaannya. Bahkan orang sakit selama masih mampu shalat, harus tetap shalat dengan cara yang telah ditentukan.
 Agar  bisa tepat waktu >>

Namun masih banyak di antara kita yang sering menunda-nunda shalat walau adzan sudah berkumandang. Shalat tepat waktu memang bukan hal yang mudah di tengah kesibukan kegiatan sehari-hari.
Ada yang capek pulang sekolah saat dzuhur, tertidur pulang kuliah saat ashar, lelah pulang kerja saat magrib, kesiangan saat subuh, masih banyak pekerjaan saat isya, atau mungkin hanya karena malas saja. Hal-hal seperti itulah yang membuat kita sulit untuk memenuhi panggilan Allah SWT tepat waktu.
Padahal shalat tepat waktu memiliki keutamaan yang sangat besar dan merupakan amalan yang paling afdal, seperti dalam hadis :
Abdullah Ibnu Mas’ud RA berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling afdhal?” Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” Aku bertanya lagi, “Lalu apa lagi?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya lagi, “Kemudian apa lagi, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.”(HR. Bukhari)
Dari hadist tersebut kita dapat menyimpulkan betapa pentingnya shalat tepat waktu, dan tentu saja hal tersebut sangat disukai Allah SWT.
Adapun keutamaan shalat tepat waktu adalah :
Di antaranya :
1. Dicintai Allah SWT
2. Badan selalu sehat
3. Dijaga oleh malaikat
4. Diturunkan berkah untuk rumahnya
5. Wajahnya akan menunjukkan tanda-tanda orang yang shaleh
6. Akan berhati lembut
7. Melalui jembatan Shiratal Mustaqim seperti kilat
8. Diselamatkan dari siksa api neraka
9. Ditempatkan ke dalam golongan orang-orang tidak takut dan bersedih
Keutamaan shalat tepat waktu tersebut disampaikan oleh Khalifah Usman bin Affan.
Selain memiliki keutamaan tersebut, shalat tepat waktu akan memberikan manfaat lain, yaitu:
1. Disiplin
Banyak yang mengatakan orang Indonesia terkenal suka tidak tepat waktu. Sebagai generasi muda, kita harus membuktikan bahwa hal tersebut tidak benar. Dengan membiasakan diri untuk selalu shalat tepat waktu, maka akan menumbuhkan sikap disiplin dalam diri kita.  Sikap disiplin ini lama-lama akan menyebar juga pada kegiatan lain, tidak hanya shalat. Bagaimana kita bisa disiplin dalam kegiatan berat, bila hal seringan shalat saja kita malas-malasan?
2. Memprioritaskan Allah
Dengan suka menunda-nunda shalat karena alasan duniawi, berarti kita menomorduakan Allah SWT. Na’udzubillah... Dengan selalu melakukan shalat tepat waktu, maka Allah akan menjadi prioritas utama dalam kehidupan kita. Bagaimana doa kita didengar oleh Allah SWT bila kita saja tidak memprioritaskan-Nya?
3. Pandai mengatur
Memang banyak halangan untuk melaksanakan shalat secara tepat waktu, misalnya masih di jalan atau dikalahkan oleh rasa lapar. Bila sudah tahu penyebabnya, kita harus dapat memanajemen waktu dan kegiatan. Misalnya apakah memundurkan kepulangan kita, shalat di tengah perjalanan, atau memajukan kepulangan sehingga dapat shalat tepat waktu.
4. Menggugurkan dosa
Siapa manusia yang tidak berdosa? Setiap manusia pasti memiliki dosa, namun dosa-dosa tersebut dapat berguguran dengan kita selalu shalat tepat waktu. Seperti sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya seorang hamba yang muslim, jika menunaikan shalat dengan ikhlas karena Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya daun-daun ini dari pohonnya” (HR. Ahmad).
Lalu bagaimana agar kita mudah melaksanakan shalat tepat waktu?
1. Niat
Niat adalah langkah awal untuk menetapkan hati agar dapat shalat tepat waktu. Dengan niat yang kuat, maka insya Allah apapun yang menghalangi kita untuk shalat tepat waktu tidak akan membuat kita menyerah.
2.Gunakan alarm
Manfaatkan fitur alarm dalam ponsel kita tidak hanya untuk bangun pagi, namun buatlah alarm shalat. Buat alarm setiap kali waktu shalat telah tiba. Ini akan membantu kita untuk mengingatkan diri sendiri.
3. Berdoa
Berdoalah kepada Allah SWT agar terlindung dari kemalasan dan rintangan.
4. Zikir
Sifat malas identik dengan godaan setan. Oleh karena itu perbanyaklah zikir untuk mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.
5. Jadwal shalat
Masukkan shalat sebagai jadwal dalam kegiatan kita sehingga mau tidak mau kita harus menepatinya. Kebanyakan orang menjadikan shalat sebagai kegiatan yang diselipkan di atas kegiatan sehari-hari.
6. Mengingat hari akhir
Dengan mengingat hari akhir, maka kita akan lebih terdorong untuk melakukan shalat dengan tepat waktu.
7. Bergaul dengan orang yang menjaga shalat
Dengan berada di lingkungan orang yang menjaga shalat, maka kita pun akan terbiasa untuk menjaga shalat.
8. Menjaga wudhu
Kadangkala kita malas shalat karena malas berwudhu, dengan selalu menjaga wudhu maka kita akan lebih merasa ringan untuk melaksanakan shalat dengan segera.